Israel dan Iran kini berada di ambang konfrontasi militer langsung yang bisa melebar menjadi perang besar. Di balik ketegangan yang sudah mengakar sejak lama, skenario paling mengerikan menunjukkan kehancuran masif di wilayah Iran.
Israel diyakini akan terus melancarkan serangan udara dan serangan presisi terhadap instalasi nuklir serta fasilitas militer vital Iran, dengan dukungan intelijen dan suplai senjata tak terbatas dari Amerika Serikat dan sekutunya.
Tak seperti Gaza atau Suriah, Iran mungkin tak akan bisa menghadang secara terbuka kekuatan Barat. Negara-negara besar seperti AS, Inggris, dan Prancis tidak akan terjun langsung, namun dukungan logistik dan intelijen dipastikan tetap mengalir ke Israel.
Serangan tersebut bisa mencakup drone sabotase, serangan siber, dan bombardir udara gabungan Mossad-IAF—seperti yang telah terjadi Juni 2025 lalu—yang berhasil melumpuhkan pertahanan udara dan peluncur rudal Iran.
Hingga ratusan titik strategis di Iran seperti pabrik rudal Shahab, Simorgh, serta fasilitas pengayaan nuklir Natanz dan Fordow bisa dihantam secara terkoordinasi. Tujuan utama adalah melemahkan kemampuan balasan Iran.
Dalam skenario paling mengerikan, Iran akan terkepung dan hancur seperti Gaza atau Suriah. Infrastruktur pemerintahan, listrik, dan kota besar bisa luluh lantak, menciptakan kehancuran massal di wilayah sipil.
Meski Iran kemungkinan tidak akan memancing negara Barat untuk langsung berperang, pasukan elitnya bisa melakukan balasan asimetris: serangan rudal di Tel Aviv dan fasilitas minyak regional.
Serangan Iran diprediksi menggunakan rudal balistik dan drone swarm untuk menyerang infrastruktur vital Israel, meskipun banyak di antaranya akan dicegat sistem Iron Dome dan Arrow.
Namun serangan terbaru Iran pada Juni 2025 dengan 150 rudal dan 100 drone sudah mengindikasikan kemampuan balasan mereka, meski efektivitasnya masih terbatas.
Kelompok oposisi Iran terancam lenyap jika rezim Tehran memilih konsolidasi total. Jaksa, pemimpin protes, dan tokoh intelektual akan ditangkap atau dibungkam untuk mencegah berkembangnya agenda anti-tehran. Narasi pemerintah akan menjustifikasi serangan Israel sebagai agresi asing.
Kehancuran di Iran juga akan mengganggu perekonomian global. Potensi blokade Selat Hormuz oleh Iran bisa memicu lonjakan harga minyak hingga dua kali lipat – dari US$75 menjadi US$150 per barel— seperti prediksi badan Fitch yang menyatakan kemungkinan perang penuh mencapai 22 %.
Harga minyak tinggi diyakini akan menimbulkan tekanan inflasi global, krisis energi, dan ketahanan pangan terganggu, termasuk dampak signifikan bagi negara berkembang seperti Indonesia.
Ekonomi Israel juga tak luput dari pukulan berat. PDB bisa mengalami kontraksi tajam karena biaya perang tinggi dan gangguan perdagangan serta investor yang mundur.
Israel dan Iran sama-sama kemungkinan mengalami kerugian besar. Hilangnya tokoh militer dan ilmuwan nuklir di Iran, serta menghancurkannya pembangunan nuklirnya, bisa melemahkan rezim kuat berbalik menyulut semangat balasan yang brutal.
Diplomasi global akan terguncang. Perundingan nuklir akan hancur, sementara Dewan Keamanan PBB akan kebingungan menentukan sanksi dan embargo selanjutnya. Kekacauan ini membuka celah peran milisi pro-Iran memanas di Lebanon hingga Yaman.
Milisi Hizbullah, Houthi, dan pengaruh Iran di Irak, Suriah, Yaman bisa disulut untuk membuka front baru melawan Israel dan sekutunya. Dampak regional akan merembet ke Timur Tengah utara, selatan, hingga Afrika utara.
Negara-negara Teluk seperti Arab Saudi dan Yordania akan terjaga menyikapi jalur udara dan maritim mereka. Mereka diperkirakan akan memblokir penggunaan wilayahnya oleh Israel, namun tetap menghindari perang langsung.
Dunia digital dan cyber pun akan menjadi medan pertempuran. Israel dan Iran dipastikan akan menggunakan serangan siber untuk merusak jaringan energi, keuangan, maupun alat pertahanan lawan.
Pada akhirnya, skenario terburuk ini menghadirkan visi akan Iran yang hancur seperti Gaza besar: kota-kota rusak, ribuan korban sipil, penindasan terhadap oposisi dan revolusi nuklir. Israel pun berpotensi dikorbankan dalam balas dendam berkepanjangan.
Dunia kini dihadapkan pada pilihan: biarkan sensasi serangan presisi dan intelijen tinggi mengubah geopolitik, atau segera hentikan sebelum timbul bencana nuklir dan kemanusiaan yang tak terbayangkan.
Dibuat oleh AI
No comments:
Write comments