Theme images by MichaelJay. Powered by Blogger.

Titulo

recent

The Slider

ahanamasa

featured posts

berita

Friday, August 03, 2007

Turi-turian Ni Raja Gorga Di Langit

 

Mompang julu terletak di kaki pegunungan bukit barisan, sehingga struktur tanahnya tidak sepenuhnya datar, tetapi bergelombang dan berbukit-bukit. Jika dilihat dari model dasarnya, seluruh kampung ini dan persawahannya berada pada sudut miring ± 10-40, dengan medan dan perbukitan yang terjal hingga hampir 80, bisa dipastikan bahwa mata air amat banyak di desa ini, terutama di rura (lembah) bukit-bukitnya.

Dengan luas ± 10 km, sebagian besar di dominasi oleh lahan perkebunan karet (35%), perkampungan (20%), persawahan dan ladang (30%) dan sisanya adalah hutan dan semak belukar yang terutama di bukit-bukit Barisan. Walau secara geografis terletak di dekat garis khatulistiwa (01LU), musim hujannya adalah dari bulan Oktober-Maret dan kemarau di bulan April-September, namun seiring dengan pemanasan global sekarang ini, perubahan musim jadi tidak menentu. Pada 1998, kemarau yang hebat di hampir seluruh Sumatera khususnya di Mompang Julu menyebabkan debit air sungai Siala Payung tidak sampai ke sebagian besar sawah, dan karena tiadanya air tersebut, sawah-sawah menjadi kering, hingga penduduk mengubahnya menjadi kebun karet, hingga sekarang hampir semua sawah di dolok (utara) kampung ini telah menjadi karet, terutama karena harganya yang relatif tinggi.

Desa Mompang Julu berbatasan dengan :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Bukit Barisan (Dolok Malea)

- Sebelah Timur berbatasan dengan Sarak Matua

- Sebelah Selatan/Barat Daya berbatasan dengan persawahan desa Gn.Barani/Rumbio

- Sebelah Barat/Barat Laut berbatasan dengan Mompang Jae



2. Kehidupan sehari-hari



Mata pencaharian penduduk masyarakat Mompang Julu sebagian besar adalah Petani/usaha pertahian (75%), perekonomian (10%), jasa dan lain-lain (10%). Dengan mayoritas petani, karet meruopakan tanaman yang sangat penting, bahkan pada sebagian warga, karet adalah satu-satunya sumber penghasilan. Dengan harga relatif tinggi (Rp. 6.000,-), seharusnya kehidupan masyarakatnya pastilah bagus, atau setidak tidaknya diatas garis kemiskinan, tapi lihat saja waktu adanya pembagian dana BLT dari dana kompensasi kenaikan BBM, karena dirasa tidak adil, ada anggota masyarakat yang berkelahi atau hampir-hampir berkelahi. Kenapa hal ini terjadi ?

Hal itulah yang menyebabkan banyaknya para pemudanya yang memilih merantau seperti ke Medan, Pekanbaru, Pulau Jawa bahkan ke Bali, Kalimantan dan Sulawesi, sedang kan dari segi pendidikan, rata-rata yang tamat / tidak tamat SD ± 45%, SMP ± 25%, SMA ± 15% dan Sarjana/Akademi kurang dari 5%. Setelah tamat SD, banyak anak-anak yang melanjutkan ke SLTP atau ke Pesantren atau tidak melanjutkan sama sekali, namun kebanyakan putus ditengah jalan, terutama anak laki-laki di pesantren. Memang dapat dilihat minat masyarakat untuk melanjutkan study anak-anaknya sangat kuran, bahkan bagi yang mamapu sekalipun. Merekan lebih suka anaknya dekat dengan mereka daripada belajar jauh-jauh seperti di Medan, Pekanbaru dan Padang. “Sekolahpun kalau mau nyari kerja tetap nyogok-nya” itulah ungkapan yang sering mereka lontarkan.

Beberapa orang dari mereka yang merantau diberbagai daerah, bahkan luar negeri banyak yang telah berhasil, atau setidak-tidaknya kehidupannya dirasakan lebih baik dari di Mompang Julu. Tapi banyak juga mereka terutama yang telah berhasil lupoa dengan kampung halamannya. Entah karena tidak mengenal kata “balas Budi” atau tidak peduli sama sekali untuk membangun kampungnya setidaknya membantu orang yang mau merantau ketempatnya.

Para perantau yang tidak lupa kampungnya, terutama keluaraganya, sering mengirimkan sejumlah uang sehingga sedikit banyak telah meningkatkan taraf hiduop masyarakat. Kehidupan sosialnya amatlah peka, dengan adanya ketimpangan ekonomi/sosial di sana sia, sering menimbulkan permusuhan diam (api dalam sekap) yang siap-siap kapan saja meledak bak bom waktu. Maka tak heran, bila tetanggan kita yang dua hari lalu makan dirumah kita hari ini bisa datang marah-marah bagai orang kesurupan.

Arus informasi yang mengalir deras dan tak mengenal sisi positif atau negatif (walau sebagian besar hanya efek negatif), baik dari TV/VCD terutama dari Parabola Digital, turut mengimbas kehidupan muda-mudinya. Dolu orang mengenal istilah pacaras hanya lewat markusip, tahukah anda markusip itu apa? Tanyakanlah kepada orang-orang tua anda. Sekarang walau mungkin istilah pergaulan bebas belum tepat dikenakan, tapi arah-arah kesana pastilah ada. Cobalah kalau anda jalan-jalan pada malam hari dan terutama di waktu sekolah Pesantren libur atau Fatayatnya banyak yang pulang (kami tidak bermaksud mengatakan bahwa orang-orang tersebut adalah anak pesantren), dan diantara jam 20.30 sampai 22.00, lihatlah di parik-parik (halaman belakang) rumah tertentu yang gelap atau agak gelap, kemungkinan anda melihat orang yang pacaran adalah 3:1. bisa ditebak apa pekerjaan orang yang bukan muhrim berduaan ditempat seperti itu. Walau secara umum kehidupan masyarakatnya religius (100 % Islam), tapi hal seperti ini tidak banyak mendapat perhatian, karena terutama wanitanya banya juga yang berlatar belakang pendidikan agama. Mungkin jika suatu saat anda disini dan ingin memperbaikinya, pastilah anda dibilang orang kurang kerjaan. Tapi didiamkan saja akan makin menyemakkan hati, karena kitapun kena dosanya. Memang kalau kita lihat semua ini, pastilah kita ingi pergi dari kampung ini, namun jika kita semua pergi, siapa lagi yang akan memperbaikinya ?



3. Sejarah



Sejarah awal Mompang Julu tidak diketahui dengan pasti. Pada salah satu buku “Turi-turian ni raja Gorga di langit” disebutkan bahwa pada tahun 1600-an di Mompang Julu telah lama berdiri sebuah kerajaan dan mungkin bukan bermarga Nasution seperti yang ada sekarang. Ketika terjadi perselisihan antara kerajaan Panyabungan Tonga dengan Lumban Kuayan, pihak Mompang membantu Lumban Kuayan. Kerajaan di sini adalah berupa suatu kampung dan daerah sekitarnya yang dipimpin oleh seorang raja (kepala desa sekarang). Raja ini dianggap sakti dan mempunyai pengaruh yang kuat di masyarakatnya dan merupakan hak turun-temurun. Karena hal itu, kerajaan Mompang diserang oleh Panyabungan Tonga, namun dapat ditangkis oleh Mompang terutama berkat kecakapan Hulubalangnya yang bernama Huting Jalang. Setelah itu pihak Panyabungan Tonga menawarkan perdamaian yang merupakan suatu muslihat untuk menaklukkan Mompang. Ketika perundingan berlangsung, pasukan dan rakyat Panyabungan Tonga sudah bersuap-siap di tepi Aek Siala Payung. Ketika bungkusan daun makanan penghulu Panyabungan Tingan hanyunt melewati pasukannya di tepi Aek Siala Payugn yang merupakan isyarat bahwa perundingan telah gagal, dengan segera rakyat dan pasukan PanyabunganTongan meyerbu Mompag. Seluruh penduduk yang ditemui dibunuh dan kampung itu dibakar. Hanya seorang putri raja yag berhasil melarikan diri dengan pengiringnya yang setia ke Dalu-Dalu. Dengan kemenangan ini, Mompang menjadi wilayah Kerajaan Panyaungan Tonga. Keturungan raja-raja di Mompang masih satu darah degan raja-raja di Panyabungan Tonga-Huta Siantar-Manyabar-Pidoli. Kata Mompang juga tidak jelas asal-muasalnya. Mungkin berasal dari kata mangompang (tanggul-tanggul penahan air) dan juga tidak diketahui persis sejak kapan kata itu dipakai. Kamung Mompang ada 2, yaitu Mompang Julu dan Mompang Jae. Dulu kampung ini satu, kemudian oleh raja Mompag di bagi 2 untuk putranya. Yang kita bicarakan disini adalah Mompang Julu. Kampung yang dulunya tempatnya bukan di perkampungan sekarang, tetapi di Saba Dolik/Saba Alasona di utara desa yang sekarang dengan nama Huta Lobu. Peninggalannya yang masih dapat dilihat sampai sekarang adalah komplek makam-makam kuno yang pernah beberapa diantaranya dibongkar orang untuk mengambil barang-barang berharga yang dikubur bersama mayat. Kepercayaan penduduknya waktu itu masih bersifat animisme/dinamisme. Walaupung agama Islam telah sampai di Sumatera (khususnya Barus dan Aceh) pada awal abad ke-10, agama ini baru sampai ke Mandailing khususnya Mompang Julu pada tahun 1820-an ketika berlangsungnya penyerbuan kaum Paderi dari Sumatera Tengah/Barat pimpinan Tuanku Tambusai. Penduduk yang ketakutan banyak yang melarikan diri ke hutan-hutan di sekitar kampung itu, karena konon kamu Paderi menangkapi wanita-wanitanya untuk dijual sebagai budak. Tempat pelarian itu sampai sekarang masih ada seperti Sianggunan (tempat mengayun anak), Tor Kubur dan lain-lain. Lama-kelamaan penduduk yang melarikan diri itu banyak yang balik lagi ke kampung dan mengubah kepercayaannya dengan sukarela. Memang tentang sejarah penyerbuang kaum Paderi ini sangat sedikit sekali diketahui (hanya dari mulut ke mulut). Tidak diketahui mengapa akhirnya Huta Lobu dipindahkan ke komplek Polres Madina sekarang dan berganti nama menjadi Mompag Julu dan kapan pula berlangsungnya tidak diketahui. Kehidupan masyarakatnya mungkin dari bercocok tanam, beternak dan mengambil hasil hutan. Walaupun Belanda masa itu menguasai Indonesia khususnya di Mandailing, namun pengaruhnya di Mompang Julu dan Mandailing Umumnya tidak begitu terasa seperti di pulau Jawa dengan adanya Tanam Paksa dan Kerja Paksa. Di jaman Jepang, kehidupan baru terasa sangat sulit dengan terpaksa mengenakan pakaian dari kulit kayu dan goni. Pada tahun 1937, banjir bandang melanda Mompang Julu, hingga memaksa penduduknya mengngs dan pindah ke tempat kampung yang ada sekarang. Mereka tidak balik lagi ketempat semula mungki karen takut banjir sisilan sewaktu-waktu akan datang lagi.



4. Denah



Masih dalam tahap penulisan



5. Struktur Pemerintahan



Masih dalam tahap penulisan.



6. Objek Wisata



a. Bendungan Air

Tempat ini mungkin merupakan tempat paling populer dan paling banyak di kunjungi, terutama pada hari-hari liburan/menjelang liburan. Tempatnya berada di dekat kebun karet H. Atas (dahulu milik H. Abdurrahman/Kolol) di saba julu/saba bendungan. Selain tempatnya yang relatif mudah dicapai, baik dari Mompang maupun Aek Horsik. Ditempat ini kita bisa menikmati pemandangan yang bagus dengan latar belakang panorama Bukit Barisan, kebun karet, hamparan persawahan dan lekukan sungai Siala Payung sendiri. Selain itu kita tentunya dapat mandi-mandi sepuasnya dan bagi yang ingin ke sana sambil makan-makan (tentunya intu harus) tempat ini menyediakan tempat-tempat strategis, seperti di dekat puntu masuk/ngangga pertama ke bendungan itu tepatnya di bawah pohon karet, atau di bendungan itu sendiri, kayu bakarnya tinggal di amabidl rangting/dahan karet yang tyelah masak di dekat bendungan itu.

Tapi sayangnya, tempat ini nyaris tanpa terawatan. Sejak dibangun tahun 1990 dengan dana kira-kira 1 milyar, tempat ini seolah ditinggalkan begitusaja, shingga sekarang ditumbuhi semak-semak belukar yagn cukup lebat yang kadang menutupi bendungan itu sendiri. Lagi purla banyak masyarakat menganggap bendungan ini tidak efektif alias mubazir karena saluran airnya banyak yang tidak tepat sasaran. Tapi mudah-mudahan anda tidak kecewa saat berkunjung kesana, karena dibalik lebatnya semak-semak yang menutupinya, anda masih akan menemukan sepotong keindahannya.

2. Sampuran (Air Terjun)

Pada dasarnya, sampuran sangat banyak di Mompang Julu, yaitu di sepanjang aliran sungai Aek Siala Payung, hal ini dimungkinkan karena jalur sungai ini dari mata airnya di Dolok Malea yang tinggi, hingga alurnya harus melewati tempat-tempat yang kadang-kadang sangat curam, dan disinilah air terjun itu terbentuk. Diantara sekian banyak sampuran itu, yang paling terkenal adalah Sampuran na Donok (Air terjun yang dekat) dan Sampuran na Dao (Air terjun yang jauh), konon masih ada lagi sampuran yang tingginya ± 100 m di kaki Dolok Malean namun hal ini belum banyak diketahui orang, sehingga disini tidak dipublikasikan.

- Sampuran na Donok

Air terjun ini terletak di sebelah utara (dolok) Mompang Julu, yaitu di dekat Saba Opong/Saba Dolok. Tempat ini sangat indah dengan aliran sungai Siala Payung nan jernih diantara bebatuan sungai berwarna-warni dan berbagtai ukuran. Kita tetunya dapat mandi sepuasnya di tempat ini, terutama di air terjunnya yang pertama dengan tinggi ± 2 m, walaupun pendek namun derasnya aliran ait ditambah lekukan dua batu besar yang habis dikikis air, membuatnya (membentuk tembat bak kolam .

Tak jauh dari tempat ini nampaklah sampurannya (Sampuran pertama kadang disebut orang bukan sampuran). Sampuran ini sebenarnya tidak seperti air terjun pada umumnya karena sampuran ini terbentuk oleh apitan 2 batu besar, dan di celah antara keduanya, mengalirlah air sungai ini. Pernah pada bulan September 2004, celah antara kedua batuan itu dihalangi kayu besar yang hanyut dari hulu karena hujan deras, sehingga airnya meluap memanjang hingga lebarnya hampir 3 meter dan menimbukkan pemandangan yang indah. Dengan dikelilingi bermacam-macam pepihinan nan rindang diantara pepohonan kebun karet, suasanyanya tampak begitu indah dan alami.

Walaupun agak jauh dari kampung, namun sampuran ini dapat dicapai dengan jalan kaki selama ± ½ jam, dan tentunya bagi anda yang akan kesana pasti sambil makan-jmakan, yang mungkin telah disiapkan dari rumah, namun jika anda ingin masak rame-rame disana (dan tentunya lebih mengasyikkan), jangan lupa siapkan dengan lengkap dan bawa minyak tanah, karena kading ranting pohon atau karet yang kita ambil agak lembab, sehingga perlu pemancing api, dan kami ingatkan anda untuk tidak berteriak-teriak atau ketawa terlalu keras, karena sebagian orang percaya termpat ini dan sampuran-sampuran lainnya ada penunggunya, tapi hal ini hendaknya tidak mengurangi keceriaan anda di sana. Kalau sekiranya tempat in dikelola dengan baik dan professional, tentunya orang akan punya pilihan tidak hanya dengan Pintu Air Salambue yang terkenal itu, dan jangan lupa bawa kamera anda untuk foto-foto moment-moment anda yang pastinya indah dna menyenangkan bareng kawan-kawan anda.

- Sampuran na Dao

Tempatnya berada di Dolok Malea berjarak sekitar 4 km dari Mompang Julu. Jika Anda menyukai lintas alam, tempat ini pasti akan menantang anda. Jika disampuran na Donok anda hanya menjumpai 1 sampuran saja dan ituopun pendek, maka ditempoat ini anda akan menemukan banyak air terjun yang sangt indah. Jika ingin kesana sebaiknya anda lakukan sambil camping (bermalam), karena jika anda datang langsung menuju sampurannya, anda pasti akan sangat kelelahan, selain karena medan menuju tempat itu hampir terus-menerus menanjak hingga ± 80, dan kadang hingga menurun hingga ± 70, anda juga harus menyusuri sungai dengan berjalan kaki selama hampir ½ jam dan mau tidak mau anda harus melakukannya, karena jalan satu-satunya mungkin hanya dari situ. Sedangkan jika anda mencoba melawan arus dengandatang dari Sampuran na Donok, anda mungkin tidak akan berhasil, karena jalur sungai ini kadang-kadang harus melewati tebing hingga 10 m.

Saat camping, anda bisa bermalam di sopo-sopo (gubuk) yang berada di atas tebing sungai. Anda bisa minta izin untuk menginap di salah satu gubuk yang banyak di situ (sekitar 4 gubuk) pada orang-orang yang menjaga kebun. Salah satu gubuk yang tempatnya sangat bagus adalah yang terdapat di lembah tepi sungai Siala Payung. Dari sini, kita bisa melihat indahnya alam dengan kehijauan rimbunan pepohonan hutan yang masih asli diselingi gemericik derasnya air sungai nan jernih dengan hawa sejuk dan berlatar puncak-puncak Bukit Barisan (Dolok Malea). Kami sarankan anda membawa perlengakapan dan bekal yang cukup, karena setelah sampai di sana, anda mungkin tidak akan berpikir 2 kali untuk mengambilnya balik ke kampung jika ada yang tertinggal.

Saat malam, anda bisa membuat api unggun sebagai penerangan dan pertanda sopo tempat anda menginap ada orang. Selain itu anda harus memasak untuk makan malam. Masakan anda bawa bisa indomie atau ikan kering plus tempe/kentang. Persediaan beras yang anda bawa harus cukup untuk 3 kali makan. Malam yang dingin akan membuat anda menyesal kalau tidak membawa selimut, karena hawa dinginnya Dolok Malea mungkin hampir sama dengan Brastagi di waktu pagi.

Paginya setelah memasak, anda bisa langsung menyusuri sungai untuk menuju sampuran. Waktu menyusuri sungai anda akan menemukan berbagai sampuran baik yang pendek maupun tinggi yang mengharuskan anda melompat karena jalan lain tidak ada lagi. Setelah berjalan kaki selama hampir ½ jam, anda akan sampai di pertemuan cabang sungai Siala Payung dengan anak sungai itu, di pertemuan dua sungai ini, anda akan melihat Sampuran tiga tingkat dengan panjang total ± 25 m.

Indahnya sampuran ini mungkin setidak-tidaknya bisa membuat orang berpikir dua kali untuk pergi ke Aek Sijorni kalau saja jalan kesana dibuat. Tempat ini memang belum banyak dikunjungi orang dan kalau dikelola dengan baik, tempat ini pasti akan mendatangkan hasil yang banyak.

Pulangnya anda harus menyusuri sungai kembali, sebelum sampai di sampuran na Donok, anda punya pilihan jalan lain, yaitu naik ke kebun H. Atas dan lewat darat sampai ke bendungan, atau jika tidak anda lanjutkan saja terus sampai saba Opong lewat sampuran nadonok. Nah sekarang, tertarikkah anda mengunjungi tempat nan indah ini ?

- Sungai Siala Payung

Hampir seluruh aliran sungai ini merupakan tempat-tempat menarik untuk dikunjungi buat rekreasi. Misalnya di sungai di daerah Saba Dolok dan Bendungan. Ini tergantung anda memilih tempatnya, dan pasti semuanya bebas pungutan alias gratis, karena seluruh tempat wisata di Mompang Julu untuk umum.

1 comment:
Write comments

Bingung do pe dalan tu Pakkat?
Sukkun ma di son !