Theme images by MichaelJay. Powered by Blogger.

Titulo

recent

The Slider

ahanamasa

featured posts

berita

Tuesday, July 17, 2007

Indonesia Dan Pesawat Tempur Buatan Sendiri

 

RI POTENSIAL BANGUN INDUSTRI PESAWAT TEMPUR

Jakarta, 11/9/06 (Kominfo-Newsroom) – Pemerintah Indonesia sebenarnya dinilai memiliki potensi yang cukup besar untuk membangun industri pesawat tempurnya sendiri.

"Bukankah IPTN (sekarang bernama PT Dirgantara Indonesia) sudah mampu membuat sirip pesawat tempur F-16? Kalau mau membikin secara utuh pesawat F-16, ya tinggal kita membeli lisensi saja dari Amerika. Kenapa tidak?" kata pengamat intelejen Wawan H. Purwanto di Jakarta, Senin (11/9).

Menurutnya, jika melihat begitu rumitnya proses mencairkan sanksi embargo peralatan militer yang diberlakukan AS terhadap RI sejak tahun 1999 silam, maka pemerintah sudah sebaiknya mulai merintis industri pesawat tempur sendiri. “Daripada kita terus-menerus dibelenggu dengan permasalahan embargo militer,” imbuh Wawan.

Apalagi menurut pria berkacamata ini, dirinya juga mendengar berbagai usulan yang cenderung berbiaya mahal dalam menyelesaikan masalah embargo, yakni usul membawa terbang belasan pesawat tempur RI yang membutuhkan peremajaan suku cadang ke AS.

Ide itu dinilainya jelas berbiaya mahal. Sebab ongkos membawa terbang pesawat-pesawat tersebut tentu tidak murah. Karena itu, dia mengusulkan agar pemerintah membeli saja 'ijin waralaba' untuk memproduksi pesawat tempur itu, ke pemerintah AS.

"Kita pernah sukses dengan IPTN. Kenapa tidak mencoba ke pesawat tempur?" tuturnya seraya mengaku yakin bahwa dengan cara itu, RI akan lebih mandiri dalam menyuplai kebutuhan perangkat tempur TNI AD, TNI AL dan TNI AU tanpa harus menunggu belas-kasihan dicabutnya embargo oleh pemerintah AS.

Secara terpisah, pengamat militer MT Arifin memandang, ide membangun industri pesawat tempur di Indonesia adalah ide cemerlang yang perlu didukung semua pihak.

Namun dirinya mengingatkan, perangkat tempur yang dimiliki TNI sepanjang sejarah RI sudah terlanjur berkiblat pada produksi bikinan AS. Sementara jaringan lobi-lobi untuk membangun industri pesawat tempur yang dimiliki Indonesia berkiblat pada Eropa, khususnya Jerman.

"Itu kendalanya. Pak Habibie (mantan presiden) bisa bikin IPTN karena jaringan lobi dengan Jerman, dan bukan Amerika. Sedangkan semua pesawat tempur kita berkiblat pada produksi AS. Kan nggak nyambung?" tutur MT Arifin.

Ia melanjutkan, peluang untuk membangun industri pesawat tempur mungkin terbuka lebar kalau bisa memanfaatkan jaringan lama dengan Eropa yang sudah dirintis mantan Presiden BJ Habibie.

"Masalahnya, pesawat-pesawat tempur kita yang bikinan AS itu mau diapakan kalau bermasalah dengan suku cadang?" tanyanya.

Dirinya juga mengingatkan, spesifikasi pesawat tempur buatan AS dan Eropa tentu berbeda, jadi otomatis berbeda pula spesifikasi suku cadangnya.

Membeli lisensi untuk membuat pesawat tempur ke AS juga menurutnya tidaklah mudah, karena untuk memasarkan hasil produksinya tentu dibutuhkan jaringan pemasaran yang berkaitan erat dengan produksi AS.

Sementara yang dipunyai RI adalah jaringan pemasaran pesawat ke Eropa. "Jadi, menyelesaikan masalah idealnya tentu tak mendatangkan masalah baru," imbuhnya.

No comments:
Write comments

Bingung do pe dalan tu Pakkat?
Sukkun ma di son !